Warning PT. AHB, Ketua Komisi III : Jangan Mencoba Buka Jalan Tambang Diatas Lahan Warga Yang Belum Selesai Di Ganti Rugi

Ketua Komisi III, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton Tengah, Bobi Ertanto, S.Pd., M.H. Foto : IST
Ketua Komisi III, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton Tengah, Bobi Ertanto, S.Pd., M.H. Foto : IST

TNews, BUTON TENGAH – Ketua Komisi III, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton Tengah, Bobi Ertanto, S.Pd., M.H mengingatkan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kecamatan Talaga Raya yang berbatasan dengan Kabupaten Bombana, PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) untuk tidak mencoba buka jalan tambang diatas lahan warga yang belum selesai kompensasi atau Ganti Ruginya.

PT. AHB lanjut Bobi mestinya mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik aspek legal formil maupun teknis.

“Aktivitas tambang tanpa ganti rugi bisa dianggap pelanggaran berat yang bisa dihukum pidana dan administratif sesuai dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan” tegasnya, Bobi kepada media ini, Senin (09/12/2024).

Kewajiban dari industri pertambangan adalah membangun proses hilirisasi, seperti diamanatkan dalam UU Nomor 4/2009 dan kemudian juga UU Nomor 3/2020. Dimana setiap perusahaan memang mewajibkan pengolahan sumber-sumber mineral, harus diolah lebih lanjut sehingga bisa memberikan nilai tambah.

“Kabar yang kami dengar bahwa pihak perusahaan mulai mencoba membuka jalan-jalan tambang diwilayah Kecamatan Talaga Raya, dan untuk memastikan kebenarannya kami akan agendakan untuk turun ke lokasi/lapangan” Ujar Bobi.

PT. AHB diduga enggan menanggapi tuntutan ganti rugi lahan dan tanaman warga Pulau Talaga, yang mengeksplorasi nikel di bagian selatan Pulau Kabaena. Kebetulan, meski terpisah laut, jarak antara Pulau Talaga dan Pulau Kabaena.

“Khususnya di bagian selatan, lumayan dekat. Warganya pun banyak yang mengolah lahan dan berkebun di kawasan hutan di Kabaena. Saat perusahaan tambang datang, mereka harus tergusur. Memang disiapkan ganti rugi, tapi dianggap tak layak. Inilah yang jadi pangkal persoalan” Ujar Bobi.

Warga menyampaikan kepada DPRD Buton Tengah keberatan karena PT AHB hanya mau membayar harga tanah, itu pun dengan nilai yang relatif tak layak. Sementara untuk tanaman, malah tak diberi nilai.

“Kami menunggu respons dan tindak lanjut aduan warga Talaga Raya di DPRD terkait ganti rugi lahan mereka di IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT AHB,” kata Bobi Ertanto,

Tuntutan warga agar dilakukan ganti rugi tanaman produktif di lahan mereka, belum direspon oleh pihak perusahaan. Belum lagi dengan ganti rugi lahan yang dibayar dengan harga murah.

Bobi mengaku, beberapa waktu lalu sudah juga melakukan kunjungan di site PT AHB, sudah menyampaikan banyak hal terkait tuntutan dan keinginan masyarakat Talaga Raya kepada perwakilan PT AHB.

“Namun dari hasil pertemuan itu, belum ada jawaban dan Tindakan yang berarti dari PT AHB” Ujarnya

PT AHB saat itu diminta menghentikan sementara pembayaran ganti rugi lahan yang tidak manusiawi yakni Rp 9 ribu permeter. Menurut Bobi, pembayaran ganti rugi lahan terkesan tidak manusiawi tersebut ini bisa menimbulkan kegaduhan dimasyarakat

“Sebab, pihak perusahaan terindikasi melakukan penggabungan ganti rugi murah antara lahan masyarakat dengan tanaman produktif yang sudah lama tumbuh diatas kebunnya, kami minta ganti rugi lahan dihentikan sementara, sampai ada kesepakatan dan kesepahaman antara pihak korporasi dengan warga

PT AHB mestinya melakukan mediasi dengan pemilik lahan sedapat mungkin duduk bersama membahas sengkarut ganti rugi lahan dan tanaman yang tidak pernah tuntas.

“Kami juga mengingatkan juga PT AHB untuk tidak memanfaatkan orang perorang, dimana kami menduga salah satunya kepala Desa Kokoe terkesan seolah-olah menjadi juru bicara perusahaan dengan menghubungi warga yang punya lahan agar mau atau setuju dengan harga yang telah ditentukan perusahaan” Ujar Bobi.

“Agar persoalan lahan dikonsesi PT AHB di Talaga Raya selesai mestinya pihak perusahaan memenuhi tuntutan masyarakat terkait ganti rugi tanaman dan mengevaluasi atau mempertimbangkan biaya ganti rugi lahan sebesar Rp 9 ribu permeter, dan jika ini dilakukan PT AHB, polemik lahan dan tanaman ini sudah terurai, kami berpikir perusahaan bisa beraktivitas dengan normal,” Tutupnya.

Muhammad Shabuur

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *